-->
logo blog

Sunday, May 15, 2016

Shakti Feminisme Hindu


Shakti
Hindu Bersuara - Sejak akhir abad ke - 18 hingga melenium ketiga ini, feminisme terus digelorakan untuk memperjuangkan kesetaraan dan  keadilan hak kaum perempuan dengan laki-laki.

Tidak salah memang, karena faktanya diskriminasi terhadap perempuan masih terjadi dalam berbagai bidang. Ideologi patriarki kerap dianggap sebagai kambing hitamnnya, meskipun perempuan memang memiliki kekhasan secara kodrati tidak mungkin dipersamakan laki-laki. Sebatas untuk melawan ketidakadilan dan diskriminasi atas perempuan yang membuat perempuan marjinal dan teraniaya, feminisme dapat diterima. Di luar itu, feminisme ala Barat perlu disaring kembali karena tidak seluruhnya sejalan dengan pemikiran, pandangan hidup, dan budaya masyrakat Timur.

Dalam Hindu - baik sebagai agama maupun pemikiran feminisme sesungguhnya bukan hal yang baru. Teks suci Hindu telah memuat begitu banyak pemikiran tentang kemuliaan perempuan dan kesetaraannya dengan laki-laki. Gagasan tentang perempuan dalam Hindu, bahkan telah diabstraksi ke tataran metafisis - tologi dengan disebutkannya beberapa nama-nama 'dewa feminim' dalam Weda, seperti Dewa Saraswati, Dewi Gangga, dan dewi Savitri. Dalam perkembangan selanjutnya, teologi feminis Hindu semakin mapan dalam gagasan tentang Shakti. 

Kata 'Shakti' berarti kekuatan, kekuasaan, energi (supreme power). Dalam Shaktisme, Shakti dipuja sebagai dewi yang utama (Tuhan), tetapi dalam tradisi Hindu shakti dipuja sebagai penjelmaan energi aktif atau kekuatan dari dewa laki-laki (purusha). Kalangan awam umumnya mengartikan shakti (Tri Shakti) yang paling dikenal, yaitu Dewa Saraswati sebagai shakti Dewa Brahma; Dewa Shri atau Dewi Laksmi sebagai Shakti Dewa Wisnu; dan Dewa Parwati, Dewa Uma, dan Dewa Durga sebagai shakti Dewa Shiwa.

Dewi Saraswati diyakini sebagai dewi pengetahuan. Dalam hubungannya dengan Dewa Brahma sebagai pencipta (kreator), juga Dewi Saraswati adalah simbol kreativitas. Pengetahuan dan kreativitas tidak dapat dipisahkan karena kreativitasi muncul dari pengetahuan, begitu juga sebaliknya. Dewa Shri atau Laksmi adalah dewi kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Kesuburan, Kemakmuran, dan Kesejahteraan diperlukan untuk memelihara kehidupan dan hidupan sehingga Dewi Laksmi adalh perwujudan kekuatan Dewi Wisnu dalam memelihara alam semesta. Terakhir, Shakti Dewa Shiwa memiliki dua aspek, yaitu Dewi Parwati atau Uma sebagai simbol kebenaran, kebijaksanaan, dan kebahagiaan, serta Dewi Durga sebagai simbol penghancur (pralina)

Dalam konteks feminisme teologi feminis Hindu menegaskan bahwa perempuan ' dewi ' adalah simbol kekuatan, kekuasaan, dan energi yang kedudukannya setara dengan laki-laki ' dewi '. Perempuan akan berposisi lemah dalam budaya patriarki, ketika dia tidak memiliki keunggulan yang bisa menaikkan daya tawar dirinya dalam berbagai dalam ranah sosial. Atas dasar itulah, feminisme Hindu dapat dimaknai sebagai gerakan pemberdayaan perempuan sehingga memiliki keunggulan diri yang dapat memosisikan dirinya sejajar dengan laki-laki. Kompetensi unggul dari perempuan Hindu yang harus diupayakanadalah cerdas secara intelektual, moral, dan spritual (Dewi Saraswati); mampu bersaing dalam dunia kerja, memiliki spirit pelayanan, dan profesional (Dewi Laksmi); serta berani melakukan perubahan terhadap tradisi yang salah (Dewi Durga). Prinsip ini mengacu transfigurasi kesadaran ketuhanan (divine ciousness)menjadi kesadaran kemanusian (humas consciousness) dengan menjadikan shakti sebagai basis ideologi feminisme Hindu.

Sumber : Ni Putu Ayu Amrita Pradnyaswari


EmoticonEmoticon