KKN Zaman Dulu Dan Sekarang |
Hindu Bersuara - KULIAH Kerja Nyata
(KKN) mahasiswa dulu dan sekarang itu sangat jauh berbeda. Sekitar tahun
1970-an hingga 1980-an KKN benar-benar program yang ditunggu-tunggu masyarakat
desa. Mahasiswa KKN dianggap sangat membantu pembangunan desa. Namun kini,
karena banyak desa sudah kaya dan maju, ditambah program pemerintah untuk
pembangunan desa berjalan lancar, KKN dipandang dengan picingan mata.
Yang
sama dan tak berubah hanya soal pahit-manis cinta lokasi (cinlok). Dari dulu
hingga sekarang, cinlok senantiasa memberi warna pada KKN. Tentu, karena cinlok
erat kaitan dengan perasaan: cinta segitiga, cinta tak terbalas, pengkhianatan,
dan sakit hati. Cinta adalah perasaan yang hakiki dalam diri manusia, sejak
manusia zaman batu hingga zaman pokemon.
Apa
beda KKN dulu dan sekarang?
Dulu,
mahasiswa KKN biasa membantu pembangunan fisik, seperti membantu pembangunan
poskamling hingga balai desa. Yang terbanyak mendirikan tapal pembatas desa dan
mengecat papan nama di kantor desa. Kini, karena SDM di desa sudah bagus dan
dana pembangunan sudah lancar, masyarakat desa bisa membangun balai desa dan
tapal batas secara mandiri bahkan membangun pembatas desa dengan pintu gerbang
yang sangat megah.
Dulu,
mahasiswa KKN biasa ikut mencongkel batu ke sungai atau menambang paras di
tebing jurang. Mahasiswa ikut tergopoh-gopoh naik-turun bukit untuk mencari
mata air, lalu bergotong-royong pasang pipa agar air bersih bisa mengalir ke
desa. Bahkan jika ada warga menggelar upacara adat, seperti menikah atau
ngaben, mahasiswa ikut sibuk membantu upacara. Mahasiswa benar-benar menjadi
warga desa di mana mereka KKN. Yang
mengesankan, mahasiswa kadang ikut turun ke sawah, membantu petani tanam padi.
Kini,
mahasiswa tak perlu capek-capek ikut gotong pipa atau angkut batu dari sungai.
Pembangunan fisik di desa kini tak dilakukan secara gotong-royong. Warga
tinggal serahkan ke kontraktor. Warga desa tinggal terima beres. Tanam padi
kini diserahkan ke buruh tanam padi, dan panen padi diserahkan ke tukang ijon.
Beres.
Di
sebuah desa di Tabanan, ada warga nyeletuk jika desanya tak perlu mahasiswa
KKN. Warga itu menilai desanya sudah maju. “Untuk apa ada mahasiswa KKN, kantor
desa sudah meprada, gerbang desa sudah berukir, Pura sudah melengis, Indomaret
buka 24 jam, restoran ada, hotel ada, pegawai negeri sudah banyak,” kata warga
itu.
Warga
itu tentu melihat kemajuan hanya dari pembangunan fisik. Untuk itulah,
mahasiswa KKN sekarang memiliki tantangan besar membuat program agar sebuah
desa tidak hanya maju secara fisik, melainkan juga secara mental. Perlu
kreatifitas tinggi untuk membuat program. Jika tak kreatif, mahasiswa KKN bisa
hanya bengong-bengong saja di desa seperti burung bangau main di pohon
beringin.
Mantan
Rektor Undiksha Singaraja, Prof. Dr. I Nyoman Sudiana, membenarkan perbedaan
yang sangat jauh antara KKN sekarang dengan yang dulu. Sekitar tahun 1976, saat
ia masih mahasiswa di FKIP Unud (cikal bakal Undiksha), KKN itu benar-benar
ditunggu masyarakat. “Masyarakat menghargai mahasiswa, di sisi lain mahasiswa
juga benar-benar membantu masyarakat secara fisik maupun mental,” ujarnya.
Menurutnya
benar jika mahasiswa KKN dulu lebih banyak disibukkan dengan kerja fisik. Tapi
itu dilakukan dengan senang, karena mahasiswa dulu memang kebanyakan berasal
dari desa yang sudah terbiasa naik-turun bukit gotong batu, atau naik-turun
sawah bajak tanah. Kini mungkin banyak mahasiswa tak sanggup melakukannya.
Yang
beda lagi, dulu mahasiswa KKN gampang mencari bantuan ke pemerintah, baik
bantuan material maupun dukungan moral. Selain itu KKN juga dibiayai oleh
lembaga kampus. Cari sponsor ke perusahaan swasta pun dapat sambutan yang baik.
Kini pemerintah seakan tak rungu dengan KKN. Perusahaan swasta pun kini banyak
yang lebih suka menyeponsori festival musik ketimbang pembangunan desa.
Dengan
perbedaan seperti itu, kata Sudiana, Undiksha terus mencari terobosan baru agar
KKN tetap berguna bagi pembangunan desa. Misalnya sekitar lima tahun lalu, KKN
dijadikan program pengentasan buta aksara di semua desa-desa di Bali. Setelah
program itu selesai, mahasiswa KKN tetap harus memiliki program untuk
mencerdaskan warga desa. Misalnya membuat program pembelajaran bahasa, baik
bahasa Bali, Indonesia, maupun Inggris. Selain itu ada juga program seni
budaya, pembelajaran berorganisasi, kampanye kebersihan, dan sejenisnya.
Sumber Artikel : tatkala.co
EmoticonEmoticon