Kemulan Wanita Kepada Keluarga |
Hindu Bersuara - Kemuliaan
wanita dan seorang istri dalam ayat - ayat suci Hindu Dharmakemuliaan wanita
dan seorang istri dalam ayat - ayat suci hindu. Sifat sifatnya wanita yang
patut ditumbuh kembangkan adalah yang menjalankan dharma sebagai ibu pertiwi
yang sopan, cerdas, maadiri, percaya diri dan sebagai pengayom keluarga dan
lingkungannya. Wanita berasal dari Bahasa Sanskrit, yaitu Svanittha, di mana
kata Sva artinya “sendiri” dan Nittha artinya “suci”. Jadi Svanittha artinya
“mensucikan sendiri” kemudian berkembang menjadi pengertian tentang manusia
yang berperan luas dalam Dharma atau “pengamal Dharma”.
Dari sini juga
berkembang perkataan Sukla Svanittha yang artinya “bibit” atau janin yang
dikandung oleh manusia, dalam hal ini, peranan perempuan. Wanita sangat
diperhatikan sebagai penerus keturunan dan sekaligus “sarana” terwujudnya
Punarbhava atau re-inkarnasi, sebagai salah satu srada (kepercayaan/ keyakinan)
Hindu. wanita mulia adalah yang menarik perhatian, unggul, baik hati,
bercahaya, dan lain-lain. Ada pula yang mengatakan bahwa wanita mulia terlihat
dan berbagai warna, mulia, berseri, jernih, indah, sedap, sebagai gambar, rupa,
sosok. Mengacu pada pemikiran diatas, menurut analisis penulis, bahwa yang
dimaksud dengan wanita mulia adalah penggambaran sosok wanita yang unggul
secara pribadi, cantik, menarik secara phisik, wanita ideal yang didambakan
oleh semua manusia.
Dalam
masyarakat Bali yang mayoritas Hindu, nilai-nilai luhur ajaran Hindu menata
sikap hidup masyarakat, wanita Hindu khususnya di Bali. Dalam masyarakat Bali
yang mayoritas Hindu, nilai-nilai luhur ajaran Hindu menata sikap hidup masyarakat,
wanita Hindu khususnya di Bali. Dalam ajaran Hindu yang diteraplikasi ajaran
weda tersirat dalam kakawin Ramayana, tipe wanita juga tersirat dalam kitab
Suci Bhagawadgita. Kecenderungan wanita yang ideal tersebut termasuk kelompok
manusia Daivi Sampat/kecendrungan mempunyai sifat kedewataan. Salah situ
petikan yang relevan dengan ciri-ciri wanita tersebut tertera pada salah satu
Sloka pada kitab suci Bhagwadgita, yaitu:
Abhyam Sattva Samsuddhir Jnayoga
Vyavasthitih
Dhanam Damasca Yajnca Scadhyasyas Tapa
Arjavam
(Bhagawadgita
XVI-1.3)
Artinya :
Tak gentar, suci hati, bijaksana,
mendalami yoga, dan ilmu pengetahuan, dermawan menguasai indriya, berupacara,
kebhatinan, mempelajari kitab-kitab sastra, hidup sederhana, dan berbuat dengan
jujur.
Mengacu
pada sloka Bhagawadgita diatas mengandung makna bahwa beberapa ciri-ciri
manusia Sattwika (Daivi sampat) termasuk wanita ideal sebagai wanita Hindu Bali
khususnya sewajarnya mempunyai unsur seperti itu. Di dalam kitab-kitab Purāṇa
dapat dijumpai nama seorang wanita ideal, yaitu: Devahūtī (ibu dari maharṣi
Kapila, seorang tokoh dan pendiri dari filsafat Saṁkhya atau Saṁkhya atau Saṁkhya
Darśana / Rajendra Chandra Hazra, 1982: 229). Hal yang sangat menarik, di Bali
dapat dijumpai sebuah mantra yang populer disebut dengan nama Smarastava, Panca
Kanyam. Mantram ini terdiri dari satu bait mantram yang biasa digunakan dalam
upacara kematian, dengan harapan orang yang meninggal tersebut mencapai
kebahagiaan di alam baka. Menurut informant pandita Śiva, mantram ini digunakan
pada waktu upacara kehamilan (upacara pada saat seorang istri hamil) dan pada
saat bayi berumur tiga bulan (C.Hooykaas, 1971: 38). Berikut kami petikkan
mantram Smarastava, Pañca Kanyam, sebagai berikut:
Ahalyā Draupadī Sitā, Tārā
Mandodarī tathā,
Pañca-kanyam smaren nityam, Mahā-pātaka-nāśanam.
(Seseorang
hendaknya bermeditasi kepada 5 wanita mulia, yaitu: Ahalyā, Draupadī , Sitā,
Tārā dan Mandodarī . Mereka yang melakukan hal itu, segala dosanya akan
dilenyapkan).
Terhadap
mantram di atas, Prof.Dr. C. Hooykaas memberikan penjelasan tentang ke lima
wanita mulia itu, sebagai berikut: “Ahalyā populer dikenal sebagai istri dari
maharṣi Gautama, ia melakukan perbuatan serong dengan dewa Indra dan kemudian
dihukum dengan pengucilan abadi, yang kemudian diselamatkan oleh Śrī Rāma.
Draupadī dan Sitā adalah masing-masing pahlawan wanita dalam Mahābhārata dan
Rāmāyaṇa. Tārā adalah istri Bŗhaspati yang dilarikan oleh Soma, dan Mandodarī
tercatat sebagai yang paling favorit dari para istri Rāvaṇa. Ke lima orang
wanita mulia itu digambarkan secara tradisional sebagai wanita yang sangat
cantik dan menawan (1970: 38).
Ucapan
“sorga ada ditangan wanita” bukanlah suatu slogan kosong, karena ditulis dalam
Manawa Dharmasastra III.56:
Yatra Naryastu
Pujyante, Ramante Tatra Devatah,
Yatraitastu Na
Pujyante, Sarvastatraphalah Kriyah
artinya
:
Dimana wanita dihormati
disanalah para Dewa senang dan melimpahkan anugerahnya. Dimana wanita tidak
dihormati tidak ada upacara suci apapun yang memberikan pahala mulia.
Lebih
tegas lagi dalam Manawa Dharmasastra III 57:
Socanti Jamayo Yatra, Vinasyatyacu
Tatkulam,
Na Socanti Tu Yatraita,
Vardhate Taddhi Sarvada
artinya :
Di mana wanita hidup
dalam kesedihan, keluarga itu akan cepat hancur, tetapi di mana wanita tidak
menderita, keluarga itu akan selalu bahagia.
Dan
Manawa Dharmasastra III 58 mangatakan bahwa:
Jamayo Yani Gehani, Capantya
Patri Pujitah,
Tani Krtyahataneva, Vinasyanti
Samantarah
artinya :
Rumah di mana wanitanya
tidak dihormati sewajarnya, mengucapkan kata-kata kutukan, keluarga itu akan
hancur seluruhnya seolah-olah dihancurkan oleh kekuatan gaib.
Dalam
adat Bali pun yang menganut patriarki perbedaan perlakuan terhadap perempuan
sungguh sangat kentara. Adat Bali menempatkan perempuan sebagai subordinasi
karena ada pengertian yang keliru terhadap konsep purusa dan pradana. Sejatinya
purusa dan pradana ada pada setiap laki-laki termasuk pula pada diri perempuan.
Purusa adalah jiwa dan pradana adalah raga. Akan tetapi dalam realisasi purusa
memang tetap dimaknai sebagai jiwa, hanya pradana diartikan sebagai benda.
Kalau jiwa tidak pernah mati alias akan hidup terus sedangkan benda itu adalah
barang mati sehingga tidak perlu diperlakukan secara manusiawi. Pendapat keliru
inilah yang terus berlangsung dalam kehidupan keseharian perempuan Hindu di
Bali. Adanya laki-laki dan perempuan adalah bukan untuk dipertentangkan, tetapi
adalah saling melengkapi demi terlaksananya dampati dalam kehidupan.
Oleh
karena laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Tuhan melalui yadnya, maka sudah
sewajarnyalah manusia saling beryadnya dalam menggerakkan cakra yadnya Kalau
hal tersebut dapat terlaksana, itu menandakan bahwa Hindu sangat berpihak pada
gender bahkan kesetaraan karena perempuan tidak dilahirkan dari tulang rusuk
kanan adam. Dalam Padma Purana disebutkan bahwa Dewa Brahma membagi setengah
dirinya dalam menciptakan Dewi Saraswati. Bukan hanya setengah badan tetapi
juga adalah setengah jiwanya. Hal inilah yang dimaksud dengan konsep
Ardanariswari dalam Hindu. Wanita dalam theologi Hindu bukanlah merupakan
serbitan kecil dari personifikasi lelaki, tetapi merupakan suatu bagian yang
sama besar, sama kuat, sama menentukan dalam perwujudan kehidupan yang utuh.
Istilah theologisnya ialah “Ardhanareswari”. Ardha artinya setengah, belahan
yang sama. Nara artinya (manusia) laki-laki. Iswari artinya (manusia) wanita.
Tanpa unsur kewanitaan, suatu penjelmaan tidak akan terjadi secara utuh dan
dalam agama Hindu unsur ini mendapatkan porsi yang sama sebagaiman belahan kanan
dan kiri pada manusia. Sebagaimana belahan bumi atas yaitu langit dengan
belahan bumi bawah yaitu bumi yang kedua-duanya mempunyai tugas, kekuatan yang
seimbang guna tercapainya keharmonisan dalam alam dan kehidupan manusia di alam
ini. Dalam Siwatattwa dikenal konsep Ardhanareswari yaitu simbol Tuhan dalam
manifestasi sebagai setengah purusa dan pradana. Kedudukan dan peranan purusa
disimbolkan dengan Siwa sedangkan Pradana disimbolkan dengan Dewi Uma. Di dalam
proses penciptaan, Siwa memerankan fungsi maskulin sedangkan Dewi Uma
memerankan fungsi feminim. Tiada suatu apa pun akan tercipta jika kekuatan
purusa dan pradana tidak menyatu. Penyatuan kedua unsur itu diyakini tetap
memberikan bayu bagi terciptanya berbagai mahluk dan tumbuhan yang ada.
Makna
simbolis dari konsep Ardhanareswari, kedudukan dan peranan perempuan setara dan
saling melengkapi dengan laki-laki bahkan sangat dimuliakan. Tidak ada alasan
serta dan argumentasi teologis yang menyatakan bahwa kedudukan perempuan berada
di bawah laki-laki. Itulah sebabnya di dalam berbagai sloka Hindu dapat
ditemukan aspek yang menguatkan kedudukan perempuan di antara laki-laki. Dalam
Manawa Dharmasastra I.32 disebutkan
Dwidha kartwatmanodeham
Ardhena purusa bhawat
Ardhena nari tasyam sa Wirayama
smrjat prabhuh
Terjemahannya:
Tuhan membagi dirinya
menjadi sebagian laki-laki dan sebagian menjadi perempuan (ardha nari). Darinya
terciptalah viraja.
Sloka
di atas menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan oleh
Tuhan. Laki-laki dan perempuan menurut pandangan Hindu memiliki kesetaraan
karena keduanya tercipta dari Tuhan. Dengan demikian, maka perempuan dalam
Hindu bukan merupakan subordinasi dari laki-laki. Demikian pula sebaliknya.
Kedua makhluk yang berbeda jenis kelamin ini memang tidak sama. Perbedaan
tersebut adalah untuk saling melengkapi.
Mengapa
Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan?
Manawa
Dharmasastra IX.96 menyebutkan sebagai berikut.
Prajanartha
striyah srtah Samtanartam
ca manawah
Tasmat
saharano dharmah Srutao
patnya sahaditah
Terjemahannya:
Tujuan
Tuhan menciptakan wanita, untuk menjadi ibu. Laki-laki diciptakan untuk menjadi
ayah. Tujuan diciptakan suami istri sebagai keluarga untuk melangsungkan
upacara keagamaan sebagaimana ditetapkan menurut Veda.
Dari
konsep Ardhanariswari tersebut mengisyaratkan bahwa perempuan memiliki
kedudukan yang setara dengan laki-laki. Perempuan dalam teologi Hindu bukanlah
tanpa arti. Malahan dia dianggap sangat berarti dan mulia sebagai dasar
kebahagiaan rumah tangga. Di dalam Yayurveda XIV.21 dijelaskan bahwa perempuan
adalah perintis, orang yang senantiasa menganjurkan tentang pentingnya aturan
dan dia sendiri melaksanakan aturan itu. Perempuan adalah pembawa kemakmuran,
kesuburan, dan kesejahteraan, sebagaimana tertera pada Yajurveda, XIV. 21
berikut.
Murdha
asi rad dhuva asi
Daruna
dhartri asi dharani
Ayusa
twa varcase tva krsyai tva ksemaya twa
Terjemahannya
Oh
perempuan engkau adalah perintis, cemerlang, pendukung yang memberi makan dan
menjalankan aturan-aturan seperti bumi. Kami memiliki engkau di dalam keluarga
untuk usia panjang, kecemerlangan, kemakmuran, kesuburan pertanian, dan
kesejahteraan.
Perempuan
adalah ciptaan Tuhan dalam fungsinya sebagai pradana. Ia juga disimbolkan
dengan yoni, sumber kesuburan dan kearifan. Laki-laki ciptaan Tuhan dalam
fungsi sebagai purusa yang disimbolkan dengan lingga. Oleh karena perempuan
juga, maka berbagai bentuk persembahan akan terlaksana, karena perempuan pula
ketenangan dan ketentraman akan terwujud. Oleh karena itu orang yang ingin
sejahtera seyogyanya menghormati perempuan, terlebih dalam hari raya dengan
memberinya hadiah berupa perhiasan, pakaian, dan makanan sebagaimana tersurat
dalam kutipan Manawa Dharmasastra III.59 berikut.
Tasmadetah
sada pujya Busanaccha
dana sanaih
Buthi
kamair narair mityam Satkaresutsa
vesu ca
Terjemahan
:
Hal
yang dapat dimaknai dari uraian di atas adalah perempuan adalah mahluk Tuhan
yang memiliki kompleksitas peran dan kemuliaannya sendiri ( religius, estetis,
ekonomi, maupun sosial). Sebagai makhluk religius, dia menjadi sempurna di
hadapan Tuhan, dia juga sekaligus pengatur detail aspek-aspek kerumahtanggaan,
sekaligus sebagai kasir yang jujur untuk keluarga mereka.
Dalam
konsep purusa-pradana ini, maka pertemuan unsur Purusa dengan Pradhana menimbulkan
terciptanya kesuburan. Memuja Tuhan dalam aspeknya sebagai Purusa untuk memohon
kekuatan untuk dapat mengembangkan hidup yang bahagia secara rohaniah,
sedangkan memuja Tuhan sebagai Pradhana adalah untuk mendapatkan kekuatan
rokhani dalam membangun kehidupan jasmani yang sehat dan makmur.
Padahal
kesetaraan wanita dan laki itu terdapat juga dalam ceritra Lontar Medang
Kamulan. Dalam lontar tersebut ada mitology tentang terciptanya laki dan
perempuan. Dalam mitology itu diceritrakan Dewa Brahma menciptakan secara
langsung laki dan perempuan. Pada awalnya Dewa Brahma atas kerjasama dengan
Dewa Wisnu dan Dewa Siwa membuat manusia dari tanah, air, udara, api dan akasa.
Selanjutnya Dewa Bayu memberikan napas dan tenaga, Dewa Iswara memberikan suara
dan kemampuan berbahasa. Sang Hyang Acintya memberikan idep sehingga manusia
bisa berpikir.
Setelah
tugas membuat manusia itu selesai ternyata manusia yang diciptakan oleh Dewa
Brahma atas penugasan Hyang Widhi itu tidak memiliki kelamin. Jadinya tidak
laki dan tidak perempuan. Karena itu Dewa Brahma masuk dalam diri manusia
ciptaanNya itu. Kemudian menghadap dan mencipta ke timur laut. Dari ciptaan itu
munculah manusia laki dari timur laut. Kemudian menghadap ke tenggara untuk
mencipta terus munculah manusia perempuan dari arah tenggara.
Dari
konsepsi terciptanya manusia ini sudah tergambar bahwa laki dan perempuan
secara azasi harkat dan martabat serta gendernya adalah sejajar. Perbedaan laki
dan perempuan itu adalah perbedaan yang komplementatif artinya perbedaan yang
saling lengkap melengkapi. Artinya tanpa perempuan laki-laki itu tidak lengkap.
Demikian juga sebaliknya tanpa laki-laki perempuan itu disebut tidak lengkap.
Karena
itu dalam Rgveda laki dan perempuan yang sudah menjadi suami istri disebut
dengan satu istilah yaitu Dampati artinya tidak dapat dipisahkan. Dalam bahasa
Bali disebut ''dempet''. Karena itu dalam Manawa Dharmasastra IX.45 dinyatakan
bahwa suami istri itu adalah tunggal. Demikian juga adanya istilah suami dan
istri. Kalau orang disebut istri sudah termasuk didalamnya pengertian suami.
Kalau ada perempuan yang sudah disebut sebagai istri sudah dapat dipastikan ada
suaminya. Karena kalau ada perempuan yang belum bersuami tidak mungkin dia
disebut istri.
Demikian
juga kalau ada laki-laki disebut sebagai suami sudah dapat dipastikan ada
istrinya. Tidak ada laki-laki yang bujangan disebut suami. Mereka disebut suami
dan istri karena mereka sejajar tetapi beda fungsi dalam rumah tangga. Kata
suami dalam bahasa sansekerta artinya master, lord, dominion atau pemimpin.
Sedangkan kata istri berasal dari bahasa sanskerta dari akar kata ''str''
artinya pengikat kasih. Istri berasal dari wanita. Kata wanita juga berasal
dari bahasa sansekerta dari asal kata ''van'' artinya to be love (yang
dikasihi).
Hal
itulah yang menyebabkan wanita setelah menjadi istri kewajibannya menjadi tali
pengikat kasih seluruh keluarga. Dalam Mahabharata Resi Bisma menyatakan bahwa
dimana wanita dihormati disanalah bertahta kebahagiaan. Karena itu Rahvana yang
menghina Dewi Sita dan Duryudana yang menghina Dewi Drupadi, kedua-duanya
menjadi raja yang terhina. Dalam Manawa Dharmasastra III.56 seperti yang
dikutif di atas dinyatakan bahwa dimana wanita itu dihormati disanalah para
Dewa akan melimpahkan karunia kebahagiaan dengan senang hati. Dimana wanita tidak
dihormati tidak ada Upacara Yadnya apapun yang memberi pahala kemuliaan.
Manawa
Dharmasastra IX.132 menyatakan bahwa anak wanita boleh diangkat sebagai akhli
waris orang tuanya. Dalam sloka 133 berikutnya dinyatakan tidak ada perbedaan
antara putra laki dan perempuan yang diangkat statusnya sebagai akhli waris.
Dalam hal pembagian harta waris menurut Manawa Dharmasastra IX.118 menyatakan
bahwa wanita mendapatkan minimal seperempat bagian dari masing-masing pembagian
saudara lakinya. Kalau saudara lakinya banyak bisa saudara wanitanya lebih
banyak mendapat dari saudara lakinya. Meskipun setelah ia bersuami wanita itu
tidak memiliki beban kewajiban formal pada keluarga asalnya, namun ia memiliki
hak waris. Itu menurut pandangan kitab suci.
Tetapi
dalam adat istiadat Hindu di Bali wanita itu tidak dapat waris apa lagi ia
kawin keluar lingkungan keluarganya. Di samping wanita mendapatkan artha
warisan juga mendapatkan pemberian artha jiwa dana dari ayahnya. Jumlahnya
tergantung kerelaan orang tuanya. Sebagai ibu atau pitri matta menurut istilah
dalam Manawa Dharma III.145 seribu kali lebih terhormat dari pada ayah.
Sedangkan sebagai istri ia setara dengan suaminya.
Dalam
hal karier menurut Manawa Dharmasastra IX.29 wanita dapat memilih sebagai sadwi
atau sebagai brahmawadini. Kalau sebagai sadwi artinya wanita itu memilih
berkarier dalam rumah tangga sebagai pendidik putra-putrinya dan pendamping
suami. Karena dalam Vana Parwa 27.214 ibu dan ayah (Mata ca Pita) tergolong
guru yang setara. Dalam Manawa Dharmasastra IX.27 dan 28 ada dinyatakan bahwa:
melahirkan anak, memelihara dan telah lahir, lanjutnya peredaran dunia
wanitalah sumbernya. Demikian juga pendidikan anak-anak, melangsungkan upacara
Yadnya, kebahagiaan rumah tangga, sorga untuk leluhur dan dirinya semuanya itu
atas dukungan istri bersama suaminya.
Wanita
yang berkarier di luar rumah tangga disebut brahma vadini. Ia bisa sebagai
ilmuwan, politisi, birokrasi, kemiliteran maupun berkarier dalam bidang bisnis.
Semuanya itu mulia dan tidak terlarang bagi wanita. Itu semua konsep
normatifnya kedudukan perempuan menurut pandangan Hindu. Tetapi sayangnya dalam
tradisi empirisnya konsepsi normatif itu belum terlaksana betapa mestinya.
Dalam
weda Kitab Suci Agama Hindu disebutkan beberapa sloka yang menyebutkan
keutamaan seorang wanita
Sifat
sifat wanita tersirat pada Yayur weda XIV.21
Murdha-asi rad
dhruva-asi Dharuna dhatri-asi dharani
Ayuse tva varcase tva Krsyai
tva ksemaya tva
Artinya:
Wahai wanita, engkaulah
perintis, cemerlang, mantap, pendukung, yang member makan dan menjalankan
aturan-aturan seperti bumi. Kami memiliki engkau di dalam keluarga untuk usia
panjang, kecemerlangan, kemakmuran / kesuburan pertanian dan kesejahtraan.
Dalam
Rgveda 33.19 disebutkan sifat wanita yang menunjukan kesopanan:
Adhah
pasyasva ma-upari Samtaram padakau hara
(Rgveda
33.19)
Artinya:
Wahai wanita, lihatlah
ke arah bawah dan jangan kea rah atas (waktu berjalan). Atur kaki-kakimu
menutup (sewaktu duduk).
Dalam
Rgveda 33.19 dan Rgveda X.159.2 terdapat pula penggalan sloka yang menyebutkan
bahwa wanita harusnya menjadi sarjana yang berpengetahuan tinggi (pintar dan
berpendidikan)
Stri hi brahma
babhuvitha
(Rgveda
33.19)
Artinya:
Wanita
sesungguhnya adalah seorang sarjana dan seorang pengajar
Aham ketur aham murdha
Aham ugra vivacani
(Rgveda
X.159.2)
Artinya:
Kami adalah seorang
raja, seorang sarjana terkemuka dan seorang wanita orator (ahli berbicara) yang
ulung.
Selain
itu dalam Atharwa Veda XX.126.10, Atharwa Veda I.27.4, Atharwa Veda I.27.2,
yayur veda XIII.26 dan Yayur Veda V.10 disebutkan bahwa wanita harusnya pergi
ke medan pertempuran seperti sloka dibawah ini:
Samhotram sma pura nari
Samanam vava gacchati
(Atharwa
Veda XX.126.10)
Artinya:
Dulu para wanita pergi
ke tempat dilangsungkannya upacara agnihotra dank e medan pertempuran.
Pretam padau
prasphuratam Vahatam prnato grhan
Indrani-etu
prathama-ajita amusita purah.
(Atharwa
Veda I.27.4)
Artinya:
Ya, kaki-kakiku,
berbarislah maju dan bergegas. Bimbinglah kami ke rumah orang-oang yang tidak
picik. Semoga dewi Indrani, wanita yang tak terkalahkan, yang tak terampas dan
yang memberikan perintah membimbing kami.
Visuci-etu
krntati, pinakam iva bibhrati
(Atharwa
Veda I.27.2)
Artinya:
Dewi Indrani yang
memegang busur seperti Busur Dewa Siwa yang menghancurkan angkatan perang
lawan, semoga maju terus ke arah yang berbeda-beda.
Asadha-asi sahamana,
sahasva-aratih, sahasva prtanayatah.
Sahasvavirya-asi sa ma
jinva
(yayur veda XIII.26)
Artinya:
Wahai panglima wanita,
engkau tak dapat dikalahkan, engkau Berjaya, engkau menaklukan para lawan,
mengatasi angkatan perang para musuh, diaku memiliki seribu kekuata heroic.
Semoga engkau menanamkan semangat yang besar kepada kami.
Simhi-asi
sapatnasahi
(Yayur
Veda V.10)
Artinya:
Wahai wanita, engkau
berani seperti seekor singa betina dan engkau menaklukan para musuh.
Wanita
harus gagah berani dan harus percaya diriseperti yang tersirat dalam sloka
RgVeda X.86.9 dan Atharwa weda XIV.2.14, berbunyi:
Aviram iva mam ayam Sararur
abhi manyate
Utaham asmi virini Indra-patni
marut-sakha
(RgVeda
X.86.9)
Artinya:
Orang yang jahat ini
memperlakukan kami sebagai wanita yang tidak berdaya, tetapi kami berani dan
ibu dari putra-putra yang gagah berani seperti istri dewi indra dan sahabat
para dewa marut.
Atmanvati-urvara
nari-iyam agat,
Tasyam naro vapata
bijam asyam
(Atharwa
weda XIV.2.14)
Artinya:
Wahai para pria,
mempelai wanita yang percaya diri dan subur ini telah datang kerumahmu, hendak
kau hamili dia.
Disamping
sloka –sloka tentang keutamaan wanita diatas, terdapat juga beberapa sloga di
dalam weda yang menguraikan tugas wanita sebagai seorang istri yang selalu
damping suaminya. Adapun slokanya:
Istri
yang mempercayai suaminya tersirat dalam Atharwa Veda XIV.1.42 yang berbunyi:
As asana saumanasam Prajam
saubhagyam rayim
Patyur anuvrata bhutva Sam
nahyasva-amrtaya kam
(Atharwa
Veda XIV.1.42)
Artinya:
Wahai wanita yang
merindukan kebajikan, anak cucu, keberuntungan dan kemakmuran, percayalah
kepada suamimu dan bersiaplah untuk menerima kebahagiaan kedewaan.
Svayamvara
merupakan hak seorang wanita, yang memilih calon suaminya sendiri tersirat pada
Rgveda X.27.12 yang berbunyi:
Kiyati yosa maryato
vadhuyoh Pariprita panyasa varyena
Bhadra vadhur bhavati
yat supesah Svayam sa mitram vanute jane cit
(Rgveda
X.27.12)
Artinya:
Terdapat banyak gadis
yang tertarik oleh kebaikan unggul, dari beberapa orang hendaknya mengawini
mereka. Seorang gadis menjadi kekasih yang beruntung yang memilih seorang teman
bagi dirinya di antara pawai peminang.
Dalam
Rgveda X.85.33 tersirat bahwa semarakkan mempelai wanita dengan doa-doa, berikut
bunyi slokanya:
Sumangalir iyam vadhur
Imam sameta pasyata
Saubhagyam asyai
dattvaya-athastam vi paretana
(Rgveda
X.85.33)
Artinya:
Mempelai wanita ini
amat beruntung. Ya penganten pria yang lembut, datanglah dan pandanglah dia.
Berkahilah dia dengan keberuntungan dan berangkatlah kerumahmu.
Dalam
Rgveda X.85.43 dijelaskan tugas – tugas mempelai wanita diantaranya:
Virasup,
devakama syona Sam no bha va dvipade Sam catuspade
(Rgveda
X.85.43)
Artinya:
Mempelai wanita
seharusnya melahirkan anak-anak yang gagah berani, menyembah para dewa, ramah
dan menyenangkan kepada semua orang dan menjadi bintang-bintang keluarganya.
Seorang
istri harus menjadi teman diskusi yang bijak seperti dijelaskan dalam Rgveda
X85.26 dan Atharvaveda III.30.2, yang bunyinya:
Vasini
tvam vidatham a vadasi
(Rgveda
X85.26)
artinya:
Wahai mempelai wanita,
mejadi ibu rumah tangga, berbicaralah dengan baik di dalam perbincangan
(diskusi) akademis.
Jaya patye madhumatim
Vacam vadatu santivam
(Atharvaveda
III.30.2)
Artinya:
Seorang istri
seharusnya berbicara kepada suamnya dengan lembut dan budi pekertinya mulia.
Dalam
Yayur Weda XIV.22 dijelaskan bahwa istri sebagai pengawas keluarga, bunyinya:
Yantri
rad yantri-asi yamani
Dhruva-asi
dharitri
(Yayur Weda
XIV.22)
Artinya:
Seorang
istri adalah pengawas keluarga, yang pintar, dia mengatur yang lain-lain dan
dia sendiri menjalankan aturan-aturan. Dia adlah asset keluarga yang menopang
keluarga.
Dalam
Rgveda III.53.4 dijelaskan bahwa istri sebenarnya adlah perwujudan rumah itu
sendiri, bunyinya:
Jayed
astam maghavan sed u yonih
(Rgveda
III.53.4)
Artinya:
Oh Hyang indra, isri
sebenarnya adalah wujud dari rumah itu yang merupakan dasar kemakmuran
keluarganya.
Dalam
Atharwa Weda XIV.2.20 desebutkan bahwa seorang istri harus menghormati orang
tua, bunyinya:
Adha sarasvatyai nari
Pitrbhyas ca namas-kuru
(Atharwa Weda
XIV.2.20)
Artinya :
Wahai
wanita, engkau harusnya melaksanakan kebaktian, memuja saraswati dewi
pengetahuan dan hormat kepada orang tua keluargamu.
Tugas
itri menurut Yayur Veda XIX.94, Atharwa veda XIV.2.24 adalah melaksanakan tugas
agama, berikut slokanya:
Patni
sukrtam bibharti
(Yayur
Veda XIX.94)
Artinya:
Isti
melakukan dan melaksanakan upacara –upacara keagamaan.
A roha carma-upa
sida-agnim
Esa devo hanta raksamsi
sarva
(Atharva veda
XIV.2.24)
Artinya:
Wahai istri yang mulia, duduklah
diatas kulit rusa dan laksanakanlah persembahan kepada dewa agni yang menghapus
semua jenis kekotoran/polusi lingkungan.
Dalam
Reg weda 85.46, Atharwa weda XIV.2.27 , Atharwa weda XIV.2.26 disebutkan bahwa
istri sebagai kekasih keluarga. Bunyinya:
Samrajni svarure bhavam
Samrajni svasrvam bhava
Nanandari samrajni
bhava Samrajni adhi devrsu
(Rgveda
85.46)
Artinya:
Wahai wanita, jadilah
nyonya rumah dan bimbinglah mertua, saudari ipar dan saudara ipar.
Syona bhava
svarurebhyah Syona patye grhebhyah
Syona-asyai sarvasyai
vise Syona pustaya-esam bhava
(Atharva
veda XIV.2.27)
Artinya:
Wahai istri mulia,
ramahlah dengan mertua, anggota keluarga suamimu dan para pelayan (pembantu).
Semoga engkau bermanfaat kepada semuanya.
Sumangali pratarani
grhanam Suseva patye svasuraya sambhuh
Syona svasvai pra grhan
viseman
(Atharva
veda XIV.2.26)
Artinya:
Wahai istri mulia,
masukilah rumah ini, hias dengan perhiasan, singkirkan penderitaan keluarga
suamimu, layani suamimu dengan baik, bertindaklah penuh kebaikan kepada
mertuamu.
Dalam
veda desebutkan pula bahwa ibu mulia itu selalu waspada dan mampu melahirkan
putra putrid yang gagah berani seperti tersirat dalam Rgveda X.159.3, Rgveda X
85.27 dan Atharvaveda XIV.2.75 yang bunyinya sebagai berikut:
Mama putrah satruhano Atho
me duhita virat
Utaham asmi sam jaya Patyau me
sloka uttamah
(Rgveda
X.159.3)
Artinya:
Putra –putraku adalah
penghancur para musuh bahkan putri-putriku adalah symbol kecemerlangan. Aku
senantiasa Berjaya, aku punya pengaruh yang besar pada suamiku.
Iha priyam prajaya te
samrdhyatam
Asmin grhe garhapatyaya
jagrhi
(Rgveda
X 85.27)
Artinya:
Wahai wanita mulia,
beruntunglah didalam keluarga suamimu dengan melahirkan putra. Engkau harusnya
selalu tetap waspada untuk pelayanan dan keamanan keluarga itu.
Pra budhyasva subudha
budhyamana
Dirghayutvaya
satasaradaya
(Atharvaveda
XIV.2.75)
Artinya:
Wahai istri mulia, semoga engkau
tetap selalu waspada dan berhati-hati untuk kehidupan seratus tahun.
Kemulian wanita merupakan kerukunan dalam keluarga dan sudah di jelaskan dalam kitab suci Weda, Karena di dalam keluarga wanita itu sangat mulia dan membangun keluarga yang bahagia.
Sumber : Facebook Hindu Bali
EmoticonEmoticon