Paris Expo Tahun 1931 |
Hindu Bersuara - Setelah jatuhnya Badung dan Tabanan (1906)
disusul Klungkung (1908), Pemerintah Kolonial Belanda menguasai Bali secara
utuh.
Pemerintah Kolonial sejak akhir Abad 19
telah melihat keunikan Bali sebagai sebuah "Museum Hidup".
Bentang alam vulkanis yang indah dan
khazanah kebudayaan yang tiada duanya. Bali telah dilihat sebagai magnet besar
yang dapat menarik wisatawan Eropa untuk datang berkunjung.
Upaya konservasi dan dokumentasi dilakukan
Liefrinck-van der Tuuk dengan membangun Gedong Kirtya di Singaraja dan Museum
Bali di Denpasar, 1930.
Promosi melalui pameran kebudayaan dan
perlawatan kesenian pun digelar di jantung Eropa, Paris.
Paris Expo saat itu telah dikenal sebagai
pekan raya terbesar di dunia.
Menara Eiffel pada awalnya khusus dibangun
untuk menjadi landmark, simbol Paris Expo, dan icon kisah sukses
industrialisasi Perancis.
Anjungan Negeri Belanda (The Nederland
Pavilion) pada Pameran Internasional Negeri Kolonial di Paris dibangun cantik,
megah dan sangat menarik perhatian.
Arsitektur pavilion Belanda itu mengawinkan
gaya otentik dan modern, dengan kombinasi elemen dominan berupa Gelung Kori
Bali di tengah-tengah, dan dua buah atap "Meru" bertengger di puncak
atap di kedua sayap bangunannya. Inilah awal profanisasi elemen arsitektur
tempat suci atas nama pariwisata.
Perlawatan kesenian Bali pada Pameran
Internasional Negeri Kolonial Paris (Exposition Coloniale Internationale De
Paris), pada tahun 1931 merupakan promosi pariwisata Bali pertama.
Rombongan perlawatan seni pertunjukan
Hindia Belanda dipimpin oleh Tjokorda Gde Raka Sukawati, asal Ubud, Bali.
EmoticonEmoticon