![]() |
Melasti Pura Cilicing Jakarta Utara |
Budaya Bali – Umat Hindu di jakarta melaksanakan melasti di pura cilincing jakarta utara pada
tanggal Minggu (6/3/2016) dengan begitu meriahnya masyarakat melaksanakan
persembahyangan dan mana Dalam Lontar Sang Hyang
Aji Swamandala disebutkan, “Melasti ngarania ngiring prewatek Dewata
anganyutaken laraning jagat, papa klesha, letuhing bhuwana“—artinya: Melasti
adalah mengiringi Para Dewata untuk menghanyutkan penderitaan, disebut ‘papa
klesha,’ dan kekotoran alam semesta. Sehingga, IDEALNYA, setiap seorang dari
kita (umat Hindu di Bali khususnya) ikut Melasti ke pantai atau beji terdekat,
hari ini. Namun, sayangnya, dunia ini TIDAK SERBA IDEAL seperti yang kita
harapkan. Kadang ada masanya kita—entah karena ikatan tanggungjawab pekerjaan
atau komitment bisnis—dengan SANGAT TERPAKSA tidak bisa ngiring Ida Bethara
masucian. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Minimal ikut membersihkan diri kita
sendiri (Bhuana Alit). Apa yang harus dibersihkan? ‘Papa Klesha’ yang melekat
pada diri kita.
“Papa
Klesha” dalam hal ini maksudnya adalah sifat ketidaksempurnaan atau
ketidakberdayaan Atman (=roh). Ada 5 klesha—disebut PANCA KLESHA—yang melekat
pada setiap insan manusia, sehingga terjebak pada kondisi PAPA, yakni:
(1)
AWIDYA – Tidak mampu memahami diri sendiri dan alam semesta. Pertama,
menganggap diri adalah tubuh yang memiliki jiwa, sehingga tubuh yg
mengendalikan kita (yg benar kita adalah jiwa yang memiliki tubuh, sehingga
kitalah yg mengendalikan tubuh). Kedua, menganggap dunia ini sebagai satu-satunya
rumah, sehingga lebih disibukkan oleh urusan-urusan duniawi (seharusnya: dunia
ini hanya tempat persinggahan sementara.) Dan terakhir, terjebak dalam DUALITAS
dan DIKOTOMI-DIKOTOMI (laki-perempuan, tua-muda, pintar-bodoh, kya-miskin,
terang-gelap, panas-dingin, bahagia-derita, dst). Jebakan ini yang membuat kita
selalu dalam kebingungan lalu tak mampu lagi membedakan mana dharma dan mana
adharma. Kondisi AWIDYA adalah AKAR dari segala penderitaan yg kita alami di
dunia ini.
![]() |
Kesurupan/ Kerasuka roh dalam saat melasti |
(2)
ASMITA – EGO atau karakter emosional (sedih, marah, kecewa, menderita) yang
tidak terkendali; kita menjalani hidup di bawah kendali emosi. Seharusnya kita
hidup dalam tuntunan kesadaran (kecerahan). Hidup dalam ketidaksadaran membuat
kita makin terpuruk dalam kubangan penderitaan. Utk menghilangkan ASMITA, yang
perlu kita lakukan adalah selalu mengasah kesadaran, tidak menuruti emosi.
Praktik yang paling dianjurkan adalah bermeditasi atau beryoga.
(3)
RAGA – Menganggap sumber kebahagiaan berada di luar diri sendiri. Klesha ini
membuat kita lebih mencintai hal-hal di luar diri kita sendiri, padahal kita
tidak punya kemampuan untuk mengendalikan mereka. Sumber kebahagiaan kita
sesungguhnya ada di dalam diri kita sendiri, bukan di luar. If you want to be
happy then be.
(4)
DWESA – Menganggap sumber duka berada di luar diri sendiri. Klesha ini
melahirkan kekhawatiran, kecurigaan, prasangka dan suka menyalah-nyalahkan.
Sebagaimana kebahagiaan, sumber penderitaan juga berada di dalam diri kita.
Selama klesha 1, 2 dan 3 di atas masih melekat pada diri kita maka bisa
dipastikan penderitaan akan selalu berada di sekitar kita.
(5)
Abhiniwesa – Takut pada kematian. Klesha ini adalah sumber ketakutan dan
kekhawatiran manusia. Hampir semua perilaku manusia dipicu oleh rasa takut akan
kematian, terutama perilaku adharma. Takut ditinggal mati oleh orang tua kita,
pasangan hidup kita, anak-cucu kita, para sahabat dan orang-orang yang kita
cintai. Padahal, KEMATIAN ITU NISCAYA SIFATNYA, cepat atau lambat pasti datang
dan terjadi pd mahluk ciptaan Tuhan manapun.
Kelima
klesha itulah sumber lara (penderitaan) manusia yang perlu dilebur dan dihanyut
untuk membersihkan diri sendiri. Tanpa menyepelekan pentingnya ngiring Melasti,
ini jauh lebih berat. Namun sastra menyebutkan bahwa dengan kesungguhan dan
upaya yang terus-menerus seseorang bisa samasekali terbebas dari papa klesha.
Itu sebabnya, selama hidup di dunia ini kita terus berupaya membersihkan diri
(bhuana alit) dan alam semesta (bhuana agung) melalui Melasti—sebagai
pendahuluan dari rangkayan Nyepi.
Sumber : kompas
EmoticonEmoticon