-->
logo blog

Sunday, April 7, 2019

Tri Kerangka : Tattwa, Susila Dan Upacara

Hindu Bersuara--Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :

1. Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama.
2. Susila, yaitu pengetahuan tentang etika (sopan santun, tata krama).
3. Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajña, upacara agama.

Tri Kerangka Dasar
Dalam ajaran agama Hindu dikenal dengan Tri Kerangka: Tattwa, Susila dan Upacara. Ketiga unsur ini secara bersama-sama membentuk agama. Tattwa adalah metafisika, Susila adalah etika, sementara Upacara/acara adalah ritual agama. Teologi adalah ilmu ketuhanan termasuk di dalamnya pembicaraan mengenai dewa-dewa. Ketiga menjadi satu kesatuan. Aspek agama yang nampak dari luar adalah upacara-upakara-nya. Kemeriahan, kemegahan agama nampak pada tataran upacara. Sesungguhnya apa yang disebut upacara/acara yajña adalah tattwa. Tattwa adalah hakikat Realitas (sat). Agama yang intinya tattwa dijaga, dibentengi, dibendung agar tattwa itu tidak hancur atau rusak (karena ia halus) oleh yang namanya Upacara. Sementara Susila kenyal, menyesuaikan diri dengan desa, kala, patra. Banten sebagai bentuk upacara adalah tattwa. Banten atau upakara adalah tattwa yang divisualkan mengambil bentuk tiga dimensi. Banten lahir dari tattwa. Banten berbentuk fisika, sementara tattwa adalah metafisika, tidak nampak oleh mata, namun dirasakan, diyakini ada, seperti nafas di dalam tubuh kita sendiri. Ia ada namun, bagaimana rupanya? Sementara susila adalah etika, perilaku seseorang di dalam kehidupan sehari-hari sebagai penjabaran atas pemahamannya atas tattwa. Mengubah, menambah, mengurangi, menyederhanakan, memodifikasi banten/upakara yajña tertentu harus dilandasi oleh tattwa. Tattwa yang dimaksudkan di sini adalah Siwa-Buddha Tattwa, seperti diuraikan di dalam teks-teks Siwa Tattwa, seperti Bhuana Kosa, Wrehaspati Tattwa, Maha Jñana, Jñana Siddhanta, Ganapati Tattwa, Tattwa Jñana, Bhuana Sang Ksepa, maupun yang tergolong Buddhistik, seperti Sang Hyang Kamahayanikan, dan lain-lain. Ajaran-ajaran Siwa-Buddha Tattwa ini memberikan ilham dan inspirasi kepada para Rsi untuk menyebar luaskan melalui berbagai media pengungkapan, seperti kakawin, parwa, tutur, indik-indik dan lain-lain. Bahasa yang digunakan adalah Jawa Kuno dan atau bahasa Sanskerta.

Eksistensi Tri Kerangka ini sesungguhnya sudah nampak di dalam kehidupan kerajaan Majapahit juga pada masa Kediri dan Singhasari. Kakawin Negarakrtagama menyuratkan cukup banyak bukti adanya upacara-upacara yajña atau sraddha pada bulan-bulan tertentu. Tempat-tempat pemujaan juga banyak disebutkan baik bagi agama Siwa maupun Buddha. Begitu juga kitab Pararaton menguraikan hari-hari raya seperti Galungan yang hingga saat ini masih dipraktekkan di Bali, Lombok dan lain-lain.

Demikian juga Sasana adalah tattwa yang diperagakan/dilaksanakan. Pemahaman tattwa idealnya tercermin dalam sasana. Untuk mendapatkan atau maju dalam kesucian lahir-bathin maka jawabannya adalah melaksanakan sasana. Melaksanakan sasana tidak perlu kepintaran, yang diperlukan adalah ia yang tekun mengusahakan kesucian dengan hidup berdisiplin, sederhana dan memuja Tuhan. Kesederhanaan itulah yang selalu diusahakan. Kesederhanaan adalah mahkota seorang yang tekun melaksanakan sasana, terlebih lagi seorang dwijati. Seorang dwi jati dapat runtuh kesuciannya karena melanggar sasana. Tattwa adalah ajaran etika, berperilaku sesuai dengan swadharma. Sasana adalah batas (wates) perilaku, tattwa adalah hakikat, Upacara adalah bentuk nyata tattwa. Sasana memungkinkan seorang dwijati bisa memilih begitu banyak pilihan-pilihan perilaku yang dapat meningkatkan mutu rohani. Dengan sasana seorang dwijati diberikan jalan yang pasti, mulus menuju kebahagiaan rohani (anandam). Sasana seperti termuat dalam sejumlah teks sasana, misalnya Siwa Sasana, adalah rel kereta api suci seorang yang mengabdikan dirinya di jalan kesucian dan kemurnian. Dengan sasana seorang dwijati dihantar menuju Siwaloka. Sebaliknya jika seorang dwijati nilar sasana, maka ia akan membawa dan menjebloskannya ke neraka. Bukan itu saja, peradaban bangsa akan merosot.

Tuntutan dunia global yang mengedepankan rasionalitas dan pragmatisme, jika tidak dicermati dengan intens - akan dapat mengalihkan perhatian para dwijati dari upaya-upaya meningkatkan kesuciannya. Ada semacam tuntutan dari sebagian umat Hindu agar para dwijati ini lebih egaliter, merakyat dan responsif terhadap isu-isu lokal, nasional dan global seperti dilakukan oleh pendeta-pendeta dari agama lain.


EmoticonEmoticon