BERITA HINDU - Tabuh Rah adalah taburan darah binatang korban yang
dilaksanakan dalam rangkaian Upacara Yadnya. Dasar-dasar penggunaan Tabuh Rah
termuat dalam:
- Lontar Siwa Tattwa Purana.
- Lontar Yadnya Prakerti.
- Prasasti Sukawana A I 804 Saka.
- Prasasti Batur Abang A 933 Saka.
- Prasasti Batuan 944 Saka.
Penaburan darah dilaksanakan dengan: Menyembelih,
Perang Satha (Telung Perahatan) dilengkapi dengan adu-aduan (Kemiri,
Telur/Taluh, Kelapa, Andel-andel, beserta Upakaranya.
Ritual Tabuh Rah yang sebenarnya adalah melepas 2
ekor ayam jantan yang mempunyai taring di kakinya untuk di adu. Begitu tiga
kali ayam itu melakukan benturan (Tiga Parahatan/3 sehet), ritual itu sudah
selesai.
Ayam yang dilepas tidak memakai taji dan taruhan.
Arti dari ritual Tabuh Rah tersebut adalah: Hidup ini penuh dengan pertarungan,
jangan pernah menyerah dan butuh semangat untuk berjuang dan melawan
kelemahan-kelemahan kita.
Taring yang tajam pada tanduk ayam bisa diibaratkan
pikiran yang cerdas dan senjata utama untuk mengarungi kehidupan ini. Disamping
itu harapannya adalah agar manusia-manusia yang melaksanakan upacara tersebut
memiliki nyali yang besar untuk melawan ketidak benaran dan tidak takut untuk
kalah.
Jadi sesungguhnya didalam pelaksanaan Tabuh Rah
tidak diperkenankan menggunakan taruhan dan dipakai sebagai Judi, sebab sudah
dengan jelas disampaikan didalam Veda bahwa Judi tidak diperbolehkan.
Didalam Rgveda 10.34.3 disebutkan sebagai berikut:
"Dvesti Svasrurapa Jaya Runaddhi Na Nathito
Vindatemarditaram, Asvasyeva Jarato Vasnyasya Natham Vindamikitavasya
Bhogam".
Penjudi yang telah kalah tiak dihargai oleh
siapapun. Ibu mertuanya membencinya, istri pun melarangnya pulang ke rumah, ia
bagaikan pengemis yang tidak dikasihani oleh siapapun, bagaikan kuda yang telah
tua yang tidak lagi berguna, ia tidak dapat menikmati kehidupan sebagai penjudi
lagi.
Didalam Rgveda 10.34.10 disebutkan sebagai berikut:
"Jaya Tapyate Kitavasya Hina Mata Putrasya
Caratah Kvasvit, Rnva Bibhyad Dhanamichamano.Anyesamastamupanaktameti".
Wahai penjudi, ketika kamu pergi kesana kemari untuk
berjudi, istri dan ibumu mendapatkan kesengsaraan dan kesedihan. Untuk mencari
uang kamu selalu berhutang, mencuri dan memasuki rumah orang lain, sehingga
membuat orang tercekam dalam ketakutan, terutama di malam hari.
Didalam Menawa Dharmasastra IX.221 disebutkan
sebagai berikut:
"Perjudian dan pertaruhan supaya benar-benar
dikeluarkan dari wilayah Pemerintahan karena kedua hal itu menyebabkan
kehancuran Negara".
Didalam Rgveda 10.34.13 disebutkan sebagai berikut:
"Aksairma Divyah Krsimit Krsasva Vitte Ramasva
Bahumanyamanah, Tatra Ghavah Kitava Tatra Jaya Tan Me Viscaste
Savitayamaryah".
Wahai penjudi jangan bermain judi, lebih baik
menjadi petani, di sanalah kekayaan berlimpah ruah, disanalah sapi
peliharaanmu, disanalah kebahagiaan istrimu, demikian dikatakan oleh Dewa
Sivata.
Tidak dapat dielakkan didalam masyarakat banyak yang
melakukan pembenaran terhadap Judi yang dilakukan di Area Pura, padahal hal
tersebut tidak diperbolehkan mengingat Pura adalah Tempat Suci.
Semoga dapat dibedakan antara Tabuh Rah dengan Judi,
mengingat Agama Hindu tidak membenarkan adanya Judi. Dalam cerita Mahabaratha
juga sudah digambarkan bagaimana Panca Pandawa hidupnya hancur dan menderita
akibat judi. Serta dalam cerita babad Manik Angkeran yang merupakan putra dari
Mpu Sidimantra juga hancur hidupnya akibat judi.
EmoticonEmoticon