Cerita Barong Landung |
Hindu
Bersuara - Sejarah Berawal dari kisah Bali Kuno, yang menceritakan
sebuah Kerajaan Balingkang. Dari sinilah kisah kemunculan Barong Landung
dimulai. Ketika itu, seorang raja bernama Sri Jaya Pangus memerintah Kerajaan
Balingkang. Pada masa pemerintahannya, kehidupan masyarakat amatlah makmur.
Kerajaan tenteram dari segi ketahanan militer hingga perdagangannya. Dari
hubungan perdangan inilah rumor tentang kemakmuran kerjaan ini terdengar hingga
negeri cina. Para saudagar Cina pun memutuskan datang dan menjalin hubungan
pertemanan dengan kerajaan yang diperintah oleh Sri Jaya Pangus. Dari hubungan
ini, lambat laun Sri Jaya Pangus menemukan sorang wanita Cina pujaan hatinya.
Wanita ini bernama Kang Ching Wie, putri seorang saudagar Cina yang kaya raya.
Raja Balingkang ini akhirnya memutuskan meminang putri saudagar tersebut
menjadi permaisurinya. Pinangan sang raja disetujui, hingga digelarlah upacara
pernikahan yang amat megah. Seisi kerajaan dan seluruh rakyat ikut bersuka cita
merayakannya.
Bertahun-tahun lamanya
setelah pernikahan Sri Jaya Pangus dan Kang Cing We, kedua mempelai ini belum
juga dikaruniai seorang anak. Ini membawa kesedihan yang amat mendalam pada
pihak kerajaan dan seluruh rakyat Kerajaan Balingkang. Keadaan kerajaan saat
itu menjadi sangat muram. Hampir tidak pernah diadakan perayaan ataupun
acara-acara hiburan oleh kerajaan ataupun masyarakat. Hal-hal yang besifat
hura-hura sengaja tidak dilakukan, untuk ikut berbela sungkawa atas kejadian
ini. Tertekan dengan apa yang terjadi, akhirnya Raja Sri Jaya Pangus memutuskan
pergi meninggalkan Kang Cing We untuk mencari pencerahan. Pertualangan pun
dilakukan oleh sang raja, hingga akhirnya membuat sang raja terdampar di sebuah
tempat di kaki gunung batur.
Di tempat itu Sri Jaya
Pangus memutuskan untuk bermeditasi. Kehadiran sang raja ternyata menarik hati
seorang dewi yang menguasai daerah tersebut. Dewi ini bernama Dewi Danu. Ia
merupakan dewi penunggu Danau Batur. Ditemani oleh para kerabatnya, sang dewi
akhirnya menggoda sang raja yang terbangun dari meditasinya. Raja Kerajaan
Balingkang inipun akhirnya tergoda, dan memutuskan menikahi Dewi Danu.
Singkat cerita,
bertahun-tahun lamanya menunggu, Kang Cing We menatap kesedihan karena sang
suami tidak pernah pulang ke kerajaan. Dari rasa penasarannya, akhirnya
permaisuri Kerajaan Balingkang ini memutuskan berpetualang untuk mencari
suaminya. Melewati hutan belantara dihadapi, namun perjalanan beliau terhalang
oleh angin kencang, beliau berusaha untuk melewatinya, tapi akhirnya Kang Cing
We terjatuh di sebuah hutan dan tepat di tempat suaminya terdampar dulu. Di
sini akhirnya Kang Cing We bertemu dengan seorang anak yang tidak lain adalah
anak dari perkimpoian suaminya yaitu Raja Sri Jaya Pangus dan Dewi Danu.
Menjumpai kenyataan
itu, Kang Cing We merasa kecewa dan sakit hati, lalu memutuskan untuk menyerang
Dewi Danu yang merebut suaminya. Serangan dari Kang Cing We mendapat respon
negatif dari Dewi Danu, dan akhinya karena kemarahannya iapun mengeluarkan
pasukannya yang berbentuk raksasa dan memporak porandakan pasukan Kang Cing We.
Tak tega melihat keadaan istri pertamanya yaitu Kang Cing We, sang raja
akhirnya memutuskan untuk melindungi Kang Cing We dari serangan Dewi Danu. Raja
menyadari cintanya kepada Kang Cing We tidak akan pernah mati walaupun telah
lama meninggalkan permaisurinya tersebut. Melihat Kang Cing We dan Sri Jaya
Pangus bersatu, membuat Dewi Danu kecewa. Dalam kecewanya, iapun mengutuk kedua
pasangan ini menjadi patung.
Berita tentang
berubahnya Sri Jaya Pangus dan Kang Cing We menjadi patung, menyebabkan luka
yang sangat mendalam bagi rakyat Kerajaan Balingkang. Kesedihan rakyat ini
akhirnya membuat Dewi Danu tersadar telah berbuat kesalahan. Ia pun kemudian
datang ke kerajaan tersebut membawa seorang anak yang merupakan anak Sri Jaya
Pangus. Dengan kedatangan Sang Dewi, rakyat Balingkang pun memutuskan
mengangkat anak dari Sri Jaya Pangus menjadi penerus menggantikan raja. Sang Dewi
pun mengingatkan rakyat Balingkang untuk terus menghormati dan mengenang
mendiang raja serta permaisurinya. Kedua pasangan ini merupakan sosok seorang
pelindung, dimana semasa pemerintahannya Kerajaan Balingkang menjadi makmur,
aman dan tenteram. Sri Jaya Pangus dan Kang Cing We juga disimbolkan sebagai
pasangan yang memiliki cinta sejati. Untuk selalu mengenang jasa-jasa sang
raja, rakyat Balingkang akhirnya memutuskan untuk memanifestasikannya ke dalam
sebuah barong. Mengingat Raja Sri Jaya Pangus dan Kang Cing We di kutuk oleh
Dewi Danu. Dari patung itulah rakyat Balingkang membuat sepasang arca, sehingga
arca inilah sebagai Barong Landung
Versi
lain :
Cerita pada jaman dahulu di
suatu desa terjadi musibah, penduduk banyak yang jatuh sakit. Sebagai
kepercayaan turun temurun bahwa yang menyebabkan banyak jatuh sakit adalah
“leak” pengikut dari ratu jahat berbentuk raksasa besar dari Nusa Penida
bernama Ratu Gde Mecaling. Untuk menanggulangi wabah tersebut timbul akal dari
seorang pendeta untuk membuat boneka yang menyerupai Ratu Gde Mecaling sebagai
pengusir leak tersebut. Apabila Barong Landung ini pergi ngelawang khususnya
pada saat ada wabah penyakit atau ada orang berkaul karena telah sembuh dari
penyakitnya, karena gangguan Ratu Gde Mecaling dari Nusa Penida dapat diusir.
Melihat tari Barong Landung sebagai tarian boneka raksasa yang besar, diberi
nama Djero Gde dan Djero Luh. Djero Gde digambarkan sebagai manusia raksasa
yang sangat seram dan tertawa terbahak-bahak sedangkan Djero Luh adalah sesosok
wanita yang besar bermata sipit tetapi sering lucu. Berdasarkan kepercayaan
pada sejarah tersebut, keberadaan Barong Landung tetap hidup dan dipentaskan
sampai saat ini. Barong Landung juga dikeramatkan di beberapa pura di Bali salah
satunya di Desa Blahbatuh Gianyar karena diyakini mempunyai kemampuan gaib
untuk mengusir malapetaka dari segala musibah penyakit.
Sumber : Gadis Bali
EmoticonEmoticon