Tradisi Mekotek Desa Mengwi |
Hindu Bersuara - Cerita Mekotek berawal dari kemenangan Kerajaan Mengwi melawan Kerajaan Blambangan. Konon saat Kuningan Raja Mengwi semedi di Pura Dalem Desa Adat Munggu memohon berkah kemenangan melawan Kerajaan Blambangan dan mengucapkan sesangi (janji) apabila berhasil mengalahkan Kerajaan Blambangan akan digelar upacara peringatan kemenangan secara khusus. Ternyata, kemenangan pun berada dipihak Kerajaan Mengwi, sehingga Raja menepati sesangi tersebut, dan diadakanlah upacara ngerebeg (menyerang secara mendadak) atau mekotek (bunyi tek-tek dari tongkat yang disatukan) yang sampai saat ini diwarisi dan diyakini oleh warga Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Pada waktu itu alat yang dipakai dalam melaksanakan tradisi tersebut adalah tombak. Namun karena sudah ada korban jiwa, maka diganti dengan kayu pulat sepanjang 2-3-5, meter.
Tepatnya tahun 1915, Belanda melarang adanya tradisi tersebut karena Belanda takut dan mengira masyarakat melakukan pemberontakan. Dampaknya, Masyarakat terkena wabah penyakit. Kemudian ada pawisik dari salah satu seorang warga yang kesurupan bahwa wabah tersebut muncul karena warga tidak melaksankan Upacara Ngerebeg atau Mekotek. Maka, masyarakat Munggu tetap melaksanakan tradisi ini dengan tujuan memohon keselamatan dan menghindari hal buruk yang menimpa warga atau sebagai tolak bala.
Biasanya jam 12.00 wita, tiap Kuningan, mekotek diikuti oleh sebagian besar remaja pria dan dari 15 banjar, masing-masing membawa kayu pulet sepanjang 2-3-5 meter, yang dihiasi daun pandan sebagai lambang tobak dan tamiang sebagai lambang dari Tamiang Kulem atau perisai perang, serta mengenakan pakian adat madya. Warga lainnya, ikut dalam upacara ''penedunan'' senjata perang yang di Pura Desa Adat Munggu dan upacara mendak atau Tamiang kulem dan sarana suci lainnya di pura Dalem Kahyangan Wisesa Munggu. Setelah selesai semua peralatan seperti tombak, keris, umbul-umbul dan lain sebagainya di arak oleh penyusung Pura masing-masing menuju Pura Puseh Desa Munggu sebagai tempat awal diadakannya Mekotek. Warga melakukan atraksi mekotek yang tidak terfokus pada tempat-tempat tertentu, dan dibagi beberapa kelompok, tongkat kayu yang dibawa, diadu di atas udara membentuk piramida atau kerucut dan berbunyi tek tek. Peserta yang bernyali, naik ke puncak kumpulan tongkat kayu memberikan komando bagi kelompoknya untuk menabrak kumpulan tongkat lawan diiringi gamelan sebagai penyemangat dan memeriahkan suasana. Berlangsungnya Mekotek, selalu disertai nunas tirta (memohon air suci) di setiap pura yang dilewati dan berakhir di pertigaan Pemaron, Desa Adat Munggu. Berakhirnya upacara tersebut ditandai dengan Tamiang Kulem dan sarana suci kembali distanakan di Pura Dalem Kahyangan Wisesa Desa Adat Munggu dan Pura masing-masing.
Sumber : Buku Agama Hindu
EmoticonEmoticon